MARKAS BARU

MARKAS BARU
Markas Baru

Tokoh Favorit

| | 3 comments
Kutu buku yang saya kagumi itu adalah Bung Hatta, buku adalah hidupnya selain dedikasinya buat negara *ciyum2 foto bung Hatta*. Tapi dalam versi nyata seorang kutu buku yang saya kenal adalah kakek saya, ayahnya ibu. Walaupun saya tidak mengenalnya sampai dewasa (ceilah), tapi saya cukup mengenangnya dengan baik, terutama tentang betapa freaknya dia terhadap buku, dan oiya juga majalah ternyata. Betapa dulu sering saya mencuri masuk cuma untuk berada di ruangan tempat dia membaca dan menyimpan buku-bukunya. Sampai akhirnya dia sudah tiada kira-kira saya sekolah dasar saya masih sering diam-diam masuk ke ruang bukunya, kadang cuma untuk membalik-balik bukunya melihat-lihat gambar.

Buku apa saja yang dia baca? Beragam. Dia menggemari banyak hal, novel, buku seri pengetahuan, buku agama, sejarah, jilidan majalah-majalah langganannya serta buku dan peta geografi dunia. Dan kelebihannya yang lain adalah, dia punya daya ingat yang baik. Dia suka menceritakan lagi apa yang dia ketahui dari buku-bukunya, dia suka duduk sambil mendiskusikan sesuatu dengan orang lain, kecuali mungkin sama nenek, itu sih urusan meja makan biasanya :P

Dan juga karna sayang sama cucu, dia juga punya banyak buku seri pengetahuan untuk anak-anak dan tentu saja dongeng anak-anak. Dia tidak membatasi jenis bacaan dan tidak memaksakan kami membaca cuma yang serius-serius aja. Dia seperti benar-benar ingin menularkan kebiasaan membacanya itu dan beberapa orang dari cucunya memang tertular dengan itu terutama 2 kakak sepupu paling tua yang dulu suka sekali membaca, entahlah sekarang :D

Dulu waktu kecil saya tidak tau harga buku, tapi baru sekarang saya sadar kalau buku yang dia punya itu bukanlah kategori buku murah, apalagi buku untuk anak-anak itu yang penuh gambar dengan kualitas kertas yang bagus, sarat ilmu dan banyak diantaranya hardcover. Padahal kakek bukanlah tergolong punya duit banyak, dia cuma guru biasa. Tapi segitulah sayangnya dia dengan buku-buku, bersedia merogoh kantong lebih dalam untuk punya.

Dia juga posesif dengan bukunya, dia punya stempel khusus untuk buku-buku itu. Setiap buku yang dia beli distempel dulu dan diberi nomor, dan sepertinya dia punya catatan atas nomor-nomor itu walaupun saya belum pernah liat catatan itu sih. Setiap buku juga disampul dulu sebelum dibaca dan letaknya dikategorikan. Kayaknya buku yang paling penting malah diletakkan dalam rumah, bukan diruang baca tadi.

Sudah bertahun-tahun kakek tiada, rumah gadang tempat dulu tinggal bersama juga pernah terbengkalai yang saya yakin membuat koleksi buku-bukunya tidak terjaga, so sad. Beberapa bukunya juga sepertinya tak tau rimbanya, banyak yang meminjam tanpa mengembalikan (termasuk saya). Tempat yang tadi adalah ruang pustaka dan membacanya juga sudah berubah fungsi, entah bagaimana kabar buku yang ada di rak besar itu, juga di lemari-lemari lain yang tersebar dalam rumah. Sekurang-kurangnya dimakan rayap kayaknya.
Maafkan kami kakek :'(

3 comments :

  1. Dulu, beberapa temen juga pakai stempel untuk koleksi bukunya. Bagus sih. Cuma aku tak suka mengotori buku. Bahkan untuk sekedar menandai status kepemilikan.

    Jadi bukuku ku biarkan saja polos. Gampang ditilep memang. Tapi biarlah. :D

    BalasHapus
  2. Tokoh kutu buku yang paling "parah" bagiku adalah Pak Marjohan, guruku di SMA, awalnya kelihatan di sekolah, tiap kali liat beliau di ruang guru, selalu baca buku, kadang menulis singkat di buku kecil gitu. Yang mengejutkan adalah ketika pernah disuruh bantuin pindahan rumahnya, gilak! Ada dua kamar isinya buku doang. Ditumpuk kayak cabe, dan pasti kalau dihitung ada lima kali dari koleksi perpustakaan sekolah. Katanya dari SMA, dia memang sudah hobi beli dan baca buku..

    BalasHapus